PENGARUH KRISIS GLOBAL TERHADAP EKSPOR-IMPOR INDONESIA

08 January, 2009

by: Olland

Tahun 1997 sampai 1999 ketika terjadi krisis ekonoi di Asia, negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Eropa menjadikan Indonesia sebagai tempat yang aman untuk menjual saham dan surat utangnya. Mereka menjadikan negara di Asia, termasuk Indonesia sebagai surga dan firdaus untuk investasinya. Sayangnya, sekarang keadaan sudah berbalik. Surga dan kenyamanan itu lenyap ketika. negara-negara maju dihadapkan pada krisis finansial (moneter).

Saat ini, lembaga-lembaga keuangan AS terancam kolaps. AIG, Fannie Mae, Lehman Brothers dan Merril Lynch ternyata kewalahan menghadapi pengajuan klaim dan kredit perumahan dari nasabah. Perusahaan yang telah teruji dalam berbagai medan krisis itu kali ini terpaksa angkat topi terhadap krisis. Embargo OPEC tahun 1973 dan tekanan dua kali perang dan resesi ekonomi besar-besaran pada 1930 akibat krisis keuangan Amerika ternyata tidak separah krisis kali ini.

Dengan krisis seperti ini, perusahaan perbankan AS tentu enggan meminjamkan dolarnya ke bank yang ada di Eropa apalagi Asia. Padahal, suka atau tidak dollar AS adalah raja mata uang dunia. Jika ia mengalami keterpurukkan maka mata uang lain pun mengalami penurunan. Keterbatasan modal para investor dan minimnya pinjaman dollar serta kondisi ekonomi yang tidak stabil bahkan cenderung merosot maka para pelaku bisnis luar negeri tidak mau mengambil resiko.

Harus diakui, resesi eknomi AS dan Eropa berpengaruh negatif terhadap kegiatan ekspor dan import Indonesia. Efisiensi biaya atau bahkan kekurangan modal bisa saja menjadi kunci utama pertimbangan transaksi ekspor-impor Indonesia. Namun demikian prosentasi kegiatan ekspor jika dibandingkan dengan impor hanya 8%, tidak terlalu besar dampaknya. Prosentasi terbesar kegiatan perdagangan adalah dalam bidang impor. Tidak heran bila Indonesia Jadi efek negatifnya tidak separah Malaysia dan Singapura yang sebagian besar komoditasnya diekspor ke AS. Indonesia lebih banyak menginmpor barang dari luar termasuk AS. Kalaupun import dikurangi atau harganya naik, Indonesia tetap mampu membelinya karena faktor jumlah penduduk terbanyak sangat mempengaruhi daya beli. Indonesia juga sebenarnya masuk dalam kategori negara konsumer terbesar di dunia. Misalnya dalam pemakaian telepon seluler terbanyak di dunia. Riilnya, untuk konteks Indonesia saat ini kenaikan BBM lebih besar pengaruhnya daripada resesi ekonomi. Sebut saja, kenaikan BBM tahun 200 mencapai 125%. Jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan akibat yang ditanggung dengan adanya resesi ekonomi AS.

Tentu saja resesi ekonomi ini diharapkan tidak berlangsung dalam waktu yang lama. Jika berlarut-maka kegiatan ekspor dan import Indonesia semakin merosot perlahan tapi pasti. Kekuatan modal juga semakin melemah karena perputaran modal sangat lambat. Beberapa prediksi menyebutkan bahwa, jika masalah ini berlangsung lama maka ekspor kayu akan terganggu. Negara pengekspor kayu terbesar adalah AS dan Jepang. Jika ekspor kayu ke AS dibatalkan maka Indonesia akan mengalami kerugian mencapai US$6,2 miliar rupiah dari tahun 2009-2010. Sedangkan jika pembatalan tersebut dilakukan oleh Jepang maka kerugian Indonedia mencapai US$2,1 miliar dollar selama 2009-2010. Kerugian tersebut juga akan berbentuk kehilangan lapangan pekerjaan 16 juta jiwa penduduk Indonesia yang berhubungan langsung dengan industri kehutanan. Hal ini dikatakan oleh Elfian Effendi, Direktur Eksekutif Greenomics.

Sepertinya, sangat tidak adil jika krisis ini disebut sebagai krisis global. Mengapa? Fakta menunjukkan bahwa negara yang mengalami krisis adalah Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Toh sama dengan krisis Asia. Namun demikian, fakta juga menunjukkan bahwa krisis tersebut mempengaruhi perdagangan dunia. Mandegnya perputaran uang pada negara-negara maju tersebut turut mempengaruhi roda perekonomian di negara-negara seluruh dunia. Dengan demikian, meskipun yang mengalami krisis hanya segelintir negara, efeknya sampai ke seluruh dunia. Krisis ini seperti gurita, mencengkram dan menyemprotkan tintanya ke seluruh dunia.

Pemerintah seharusnya memikirkan solusi atas hasil penelitian Greenomics ini. Perlu dilakukannya terobosan baru untuk mencegah bertambahnya pengangguran dan kerugian langsung secara ekonomi.

0 comments

Post a Comment

Jika berkenan, tinggalkan comment anda di sini!!! Terima kasih...

Terbanyak Dikunjungi