BUDAYA GEMAR MEMBACA MASIH RENDAH

09 February, 2009


Nanga-Pinoh. Rendahnya kelulusan SMP dan SMA tahun lalu, disebabkan rendahnya minat baca siswa. Demikian diungkap salah seorang guru SMP, Damayanti ditemui beberapa hari yang lalu.

"Bagaimana bisa lulus, kalau siswa tidak memiliki minat untuk membaca. Sementara membaca adalah kegiatan dari proses belajar. Kalau tidak ada minat membaca, berarti anak tidak belajar. Materi yang diberikan guru tidak dapat diingat kalau tidak diulang-ulang atau dibaca-baca," katanya.

Wanita yang baru melahirkan putra pertama ini menegaskan, harus ada upaya untuk menciptakan budaya gemar membaca. Gerakan ini harus menjadi pemikiran seluruh elemen daerah ini, mulai dari orang tua murid sampai daerah kepala daerah ini.

"Masyarakat haru memahami bahwa, tidak suka membaca adalah masalah fatal. Bisa mengakibatkan kebodohan. Sekolah saja tidak cukup untuk memberantas kebodohan, diperlukan keinginan untuk membaca. Seluruh elemen daerah harus memahami ini," jelasnya.

Setelah memahami membaca adalah upaya untuk memberantas kebodohan, terang wanita yang akrab disapa Iit. Ia mengusulkan harus ada tindakan atau perbuatan nyata yang dilakukan elemen masyarakat dan pemerintah daerah ini. Paling tidak, memberi contoh pada generasi muda untuk menyukai membaca.

"Orang tua tidak hanya menyuruh anaknya untuk belajar atau menyukai membaca, sementara mereka tidak melakukan itu. Kalau orang tua menyuruh belajar, sementara ia hanya menonton TV, perintah tersebut sulit untuk diterapkan anaknya. Tetapi kalau orang tua yang sedang membaca buku atau Koran menyuruh anaknya untuk membaca maka perintah tersebut akan diikuti," paparnya.

Diterangkannya, budaya membaca atau menulis bukan budaya orang timur, khususnya orang Indonesia. Membaca dan menulis adalah kegiatan baru untuk orang Indonesia. Orang Indonesia mengenal budaya tutur atau budaya bercerita. Setiap kisah-kisah raja atau kejadian-kejadian besar hanya diturunkan pada generasi berikutnya melalui bercerita.

Sementara budaya orang barat, dalam hal ini Eropa telah mengenal membaca ribuan tahun lalu. Sehingga di Eropa ditemukan berbagai kitab-kitab kuno yang menceritakan sebuah kejadian atau silsilah para raja.

"Jika dibandingkan, peradaban daerah yang memiliki budaya membaca dan menulis ini jauh lebih besar dari pada peredaban yang memiliki budaya bertutur atau bercerita," terangnya.

Budaya membaca ini akan menghasilkan individu-individu yang gemar meneliti, bermain dengan data-data yang akurat. Tetapi budaya bertutur akan menghasilkan orang-orang yang suka berbohong. "Karena daya ingat manusia terbatas, jika bercerita ia tidak menyadari ada sesuatu yang berkurang, ujung-ujungnya menghasilkan orang yang suka berbohong," pungkasnya.?

Sumber: www.borneotribune.com

0 comments

Post a Comment

Jika berkenan, tinggalkan comment anda di sini!!! Terima kasih...

Terbanyak Dikunjungi